Data dari Asosiasi Telepon Selular Indonesia (ATSI) menunjukkan bahwa di kwartal pertama 2012, jumlah pengguna telepon genggam sudah mencapai 255 juta dan angka ini sudah melebihi total jumlah populasi Indonesia yang sekitar 240 juta. Data yang dikeluarkan oleh International Data Corporation (IDC), sebuah institusi analisis dan riset, juga mendukung fakta ini, yaitu bahwa penjualan ponsel pintar meningkat dari 11% di kwartal ketiga 2011 menjadi 13% di kwartal yang sama 2012. IDC bahkan menamakan Indonesia sebagai pasar telepon genggam terbesar di Asia Tenggara.
Kondisi ini menciptakan pasar yang menarik bagi pabrik ponsel pintar yang terus berinovasi untuk meluncurkan ponsel pintar dengan harga yang lebih rendah dan semakin terjangkau.
Operator telekomunikasi pun tidak ketinggalan untuk mengambil peluang di pasar berkembang ini dengan menawarkan paket langganan layanan data, termasuk akses ke internet, dengan harga terjangkau.
Bisnis ini menjadi bagian dari makin meluasnya penetrasi internet bagi pengguna di Indonesia. Menurut data dari MarkPlus Insight di bulan November 2012, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 61,08 juta atau sekitar seperempat dari jumlah populasi dan mayoritas pengguna internet di Indonesia mengaksesnya melalui ponsel pintar.
Namun mengambil kesempatan di pasar yang besar seperti ini bukanlah hal yang mudah karena perilaku pelanggan sudah berubah. Mereka menjadi semakin pintar, sadar dan kritis akan hak-hak mereka sebagai pelanggan atau konsumen, sehingga informasi apapun mengenai ekspektasi mereka yang tidak terpenuhi akan dengan mudah tersebar ke pemgguna lain melalui media yang justru dihadirkan oleh para operator telekomunikasi kepada mereka, yaitu internet.
Dengan mengingat hal ini, Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) Arief Yahya menciptakan dan mengimplementasikan suatu pendekatan bisnis baru yang bersifat praktis namun juga kontradiktif atau paradoks, untuk menaklukkan pasar yang semakin kompleks. Dia membentuk istilah “paradox marketing” dan membangun strategi unik ini berdasarkan enam konsep, value equation, providing more for less, polarity management, Blue Ocean strategy, buyer as seller dan starting from the end. Arief juga menyusun kerangka kerja praktis yang bisa digunakan oleh para pelaku pemasaran untuk menemukan, mengimplementasikan dan mengimplementasikan paradox marketing dengan melihat secara internal dan petakan strategi pemasaran yang sedang diterapkan, identifikasi kemungkinan memanfaatkan leverage untuk mencapai paradoks, terapkan inisiatif kunci untuk mencapai paradox marketing dan pastikan bahwa paradox marketing bisa bertahan.
Konsep ini menggunakan polarisasi produk (product), harga (price), tempat (place) dan promosi (promotion) atau yang dikenal sebagai 4P. Begitu Arief mulai menjabat sebagi pucuk pimpinan Telkom di Mei 2012, Arief langsung mengambil keputusan bisnis praktis untuk menerapkan konsep ini untuk mendapatkan hasil pemasaran yang memuaskan dan menciptakan pasar yang berkelanjutan.
Pada saat itu, Telkom sedang mengalami masa pertumbuhan yang stagnan dan harga saham-sahamnya menurun, walau kondisi itu masih dapat diterima mengingat industri telekomunikasi Indonesia sedang memasuki masa jenuh dan dihadapi dengan kompetisi yang kuat antara 10 operator yang berlomba-lomba menguatkan posisi mereka di pasar ini.
Saat itu hanya ada sedikit kesempatan sektor telekomunikasi Selular untuk tumbuh karena penetrasinya sudah mencapai 105% dan 43% di antaranya dikuasai Telkom. Selain itu, Telkom juga sudah mendominasi kuat di sektor fixed wireline dari penetrasi industri yang hanya 4%. Telkom juga mengontrol 61% dari sektor pura lebar atau broadband, menyisakan ruang 29% bagi industri untuk masuk. Arief menjuluki situasi ini seperti kondisi jam sore dan dia segera mengambil tindakan untuk mengembalikan situasi menjadi kembali seperti jam 6 pagi dengan menerapkan strategi paradox marketing.
Strategi ini menggunakan polarisasi dari enterprise-consumer product, wholesale-retail price, private-public place dam social-personal promotion dan pendekatan yang tidak umum ini digunakan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan digunakan sebagai leverage untuk menciptakan paradox marketing. Pelaku pemasaran dapat menerapkannya dengan satu, dua atau tiga leverage yang ada namun Arief percaya bahwa akan susah bagi para kompetitor untuk mengimitasi konsep yang diterapkan bila semua leverage digunakan sekaligus.
Arief memimpin Telkom dengan terjun langsung menerapkan keempat leverage ini yang disesuaikan sejalan waktu. Upaya ini membuahkan hasil yang nyata dan pengalaman ini menjadi ide bagi Arief untuk menulis buku “Paradox Marketing: Unusual Way to Win” yang mulai dipasarkan Maret 2013. Begawan pemasaran Philip Kotler menulis dalam kata pengantarnya bahwa buku ini “menjabarkan strategi yang tepat untuk menangkap nilai dari konsumen yang saking terhubungi", sementara Hermawan Kartajaya mengatakan bahwa ini adalah konsep terobosan “mengkombinasikan secara harmonis dua kekuatan yang kontradiktif"
Prestasi Telkom dalam menerapkan strategi paradox marketing strategy juga membuahkan hasil nyata dari resep Arief dalam memimpin operator telekomunikasi terbesar di Indonesia yaitu corporate philosophy, leadership architecture dan corporate culture for sustainable growth. Ketiga elemen ini adalah refleksi dari aspek keras dan lunak yang saking melengkapi dalam, yaitu great spirit dan grand strategy. Arief berbagi pengalamannya dalam memimpin perusahaan ini melalui buku keduanya, yang berjudul sama dengan dua aspek itu; “Great Spirit Grand Strategy”.
http://news.detik.com/read/2013/12/11/010005/2438283/727/paradox-marketing-resep-sukses-dari-arief-yahya-untuk-telkom?9922022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar